Sejarah Singkat Berdirinya Dan Perkembangan Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama ( MINU ) Bululawang – Malang.
Proses kelahiran Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama ( MINU ) Bululawang – Malang mempunyai sejarah yang panjang dalam perjalanan melalui beberapa periode yaitu :
– Periode I masa sebelum kemerdekaan ( 1924 – 1942 )
– Periode II masa kependudukan Jepang ( 1942 – 1945 )
– Periode III masa kemerdekaan (1945 – 1959 )
– Periode IV masa sebelum Gestapo / PKI ( 1959 – 1965 )
– Periode V masa orde baru
Periode I Masa Sebelum Kemerdekaan ( 1924 – 1942 )
Berdasarkan wawancara penulis dengan salah seorang dari pendiri Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama ( MINU ) Bululawang – Malang, bahwa pada Tahun 1924 bulan Robi’ul Awal masyarakat Bululawang mengadakan kegiatan peringatan Maulid di Masjid Jami’ Sabilit Taqwa Bululawang dengan mengundang pembicara Bapak KH. Wahab Hasbullah dari Jombang, di tengah-tengah pengajian beliau menyampaikan gagasan bahwa masyarakat Bululawang termasuk masyarakat agamis maka perlu ada di desa Bululawang lembaga pendidikan. Lalu kemudian gagasan ini direspon, begitu tidak lama kemudian datanglah di Bululawang dua orang tokoh muda dari desa Yuwono Pati untuk menyalurkan Islam yaitu Kyai Musa’i dan Kyai Tamzis. Kedua tokoh muda yang potensial ini kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk membina dan mengajarkan agama, terutama belajar mengaji kepada anak-anak kecil yang ditempatkan di sebuah langgar kecil di sudut desa dengan sarana yang amat sederhana. Keduanya memulai tugas baru dengan satu tekad untuk menyampaikan dakwah Islamiyah.
Dari langgar inilah merupakan cikal bakal lahir ide / gagasan untuk mendirikan tempat belajar dalam rangka menampung jumlah anak yang semakin bertambah pada setiap tahunnya.
Untuk merealisir ide tersebut oleh masyarakat disiapkan di suatu rumah penduduk rumah milik dermawan yaitu Hj. Aminah dan jumlah tenaga pengajarpun ditambah yang didatangkan dari luar desa. antara lain :
– Kyai Salamun dari Tebu Ireng Jombang
– Kyai Kusnadi dari Tebu Ireng Jombang
– Kyai Munaji dari Malang
– Kyai Salahuddin dari Banyumas – Jawa Tengah
Perjalanan semakin diperhatikan oleh masyarakat dengan melibatkan beberapa personil yang trampil dan memiliki jiwa berjuang. Disamping sarana pendidikan terus ditambahkan juga sampai dengan tahun 1929. Lembaga pendidikan tersebut menggunakan nama Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Waton.
Pada Tahun 1930 pindah di tanah ini dengan nama Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama. Usaha Kyai Musa’i dan Kyai Tamzis mendapat dukungan dari masyarakat Islam di Bululawang, sehingga pada suatu ketika kedua tokoh agama ini datang menghadap kepada salah seorang terkemuka dan pemuka masyarakat yang disegani yaitu bapak H. Thohir untuk memintakan sebidang tanah demi pembangunan Madrasah sebagai sarana belajar bagi anak-anak didik. Dengan kesepakatan bersama dibentuklah suatu panitia pembangunan Madrasah dengan susunan kepanitiaan sebagai berikut :
1. H. Sarbini selaku koordinator
2. H. Nahrowi
3. H. Arobi
Panitia ini mendapat bimbingan dari para tokoh agama di kalangan Kyai dari Malang antara lain :
1. KH. Nahrowi dari Malang
2. KH. Maskur dari Singosari
3. KH. Adroi dari Bululawang
Di samping panitia inti diatas di bantu oleh pemuka dan tokoh masyarakat Bululawang antara lain :
1. H. Romli Bululawang
2. H. Ridwan Bululawang
3. H. Bahruddin Bululawang
Dan mendapatkan bantuan dari Ranting Nahdlatul Ulama ( NU ) Bululawang, dan wali murid dari berbagai desa di sekitarnya. Terutama bantuan yang datang dari beberapa kecamatan antara lain : Kecamatan Tajinan, Kecamatan Wajak, Kecamatan Gondanglegi, Kecamatan Pakisaji. Terlaksana pembangunan selama 2 tahun dan berdirilah gedung Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Wathon dan berganti nama menjadi Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama ( MINU ) Bululawang – Malang tahun 1930.
Sejak pergantian nama tersebut sebagaimana wawancara penulis dengan Kepala Madrasah bahwa yang menjadi pimpinan madrasah pada waktu itu adalah Bapak R. Sarwani sebagai tenaga bantuan dari Solo dan dibantu pula dengan dua tenaga pengajar yakni Kyai Maslani dari Jombang dan Kyai Jama’ali dari Malang dan Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama ( MINU ) Bululawang dapat pula menerima siswa siswi dan sistem pendidikan masih bersifat diniyah.
Periode II Masa Pendudukan Jepang (1942 – 1945)
Dalam perkembangan lebih jauh kegiatan belajar pada masa ini mengalami masa surut karena datangnya pendudukan Jepang. Namun kegiatan belajar terus hidup dan berganti kepala madrasah yang baru, yakni Bapak Jama’ali hingga tahun 1945.
Periode III Masa Kemerdekaan (1945 – 1956)
Setelah masa pendudukan Jepang dan Jepang kalah perang, lalu kemudian Indonesia mengemukakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 maka seluruh rakyat Indonesia dengan senang menerima kemerderkaan sebagai karunia Allah SWT. Lantas rakyatpun kembali menjadi tentram dan melaksanakan kehidupan sebagaimana biasanya, madrasah sudah mulai diaktifkan kembali walaupun belum sepenuhnya jalannya proses pendidikan masih tersendat-sendat karena negara baru saja merdeka dan gangguan dari para penjajah serta negara belum stabil hingga perkembangan madrasah relatif berkurang. Kepala madrasah yang ada waktu itu sudah diganti kembali 1946 yaitu Bapak Maslani. Dengan berbagai pertimbangan maka sebagian dari murid-murid yang sudah menamatkan di Madrasah tersebut dimanfaatkan untuk membantu tenaga pengajar. Seperti Bapak H. Alwi, Bapak Yasin, Bapak Jazuli, dan Bapak Zainal Abidin. Pertambahan bantuan tenaga pengajar di madrasah ini perjalanan belajar semakin baik dan proses belajar mengajar di aktifkan sampai tahun 1948. Pada tahun 1951 merupakan tahun status diniyah berganti nama dan sifatnya umum karena peminat anak usia sekolah semakin membengkak. Dan Kepala Madrasah beralih pimpinan yang baru yaitu hingga tahun 1956 oleh Bapak Ust. Abdul Amin dari Bululawang.
Periode IV Masa sebelum gestapo / PKI (1956 – 1965)
Pada periode ini perkembangan Madrasah semakin nampak aktifitasnya di masyarakat karena lembaga pendidikan yang tadinya sebagai madrasah diniyah sekarang sudah berkembang menjadi Madrasah yang sifatnya umum, melalui mata pelajaran agama juga diberikan pelajaran-pelajaran umum.
Periode V Masa orde baru
Setelah PKI meletus Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama ( MINU ) Bululawang – Malang mengalami suatu masa transisi antara perkembangan pada masa orde lama dan diganti dengan perkembangan pada masa orde baru. Pada masa ini beberapa kali terjadi pergantian pimpinan hingga tahun 1987. Yaitu setelah Bapak Ust. Abdul Amin diganti Bapak Mus dan Bapak Hasan setelah memimpin beberapa tahun diganti dengan Bapak H. Ikhya’ Ulumuddin, setelah beberapa kali menjabat sebagai kepala madrasah beliau mengundurkan diri dan diganti Bapak Sulaiman Wahid lalu kemudian diganti Bapak M. Wasim Fauzi hingga Tahun 1987. Dalam perjalanannya pimpinan ini berusaha sekuat tenaga untuk meningkatkan peranan Madrasah dalam pembangunan masyarkat pedesaan di bidang mental spiritual. Sehingga tidak beberapa lama terjadi pula pergantian pimpinan Madrasah yang baru mulai tahun 1987 – 2019 yaitu Bapak H. M. Rifa’i Hasan, S.Ag. dari Jombang sebagai Kepala Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama ( MINU ) Bululawang – Malang juga termasuk tenaga pendidik yang didatangkan oleh Pengurus ke Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama ( MINU ) Bululawang yang terakhir dan setelah ini cukup diatasi dari tenaga pendidik alumnus. Pada periode berikutnya pimpinan Madrasah diserahkan kepada Bapak Sukadi, S.Pd. sejak tahun 2019 hingga sekarang.
Perkembangan Madrasah terus ditingkatkan baik mutu/ kualitas ataupun kuantitasnya. Dalam perjalanan hidup Madrasah diusahakan berbagai jalan untuk memberikan arti bagi kehidupan masyarakat di Bululawang hingga masyarakat percaya terhadap Madrasah sebagai sarana pendidikan dalam memajukan masyarakat di pedesaan ini bahkan sekarang tenaga pendidik dan non kependidikannya banyak memanfaatkan alumni Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama ( MINU ) Bululawang – Malang lalu kemudian ALHAMDULILLAH HI ROBBIL ALAMIN alumnus MINU Bululawang ilmunya bermanfaat.